Senin, 02 Maret 2009

kelompoknya mamad

MANAJEMEN RESIKO PADA BANK BNI

Mohamad Fauzan R.
Kristiana Satuti
Mona Juwita

Perkembangan dunia perbankan yang disertai dengan meningkatnya kompleksitas aktivitas perbankan semakin mempertegas pentingnya tata kelola perusahaan yang sehat (good corporate governance) dan manajemen risiko yang dapat diandalkan. Kedua hal tersebut merupakan faktor penting yang menjadi perhatian para investor dalam penilaian pilihan target investasinya.
Pada dasarnya proses manajemen risiko dilakukan oleh masing-masing unit mengingat risiko yang dihadapi merupakan risiko individual yang melekat pada produk, transaksi, maupun proses pada unit bersangkutan. Hal ini sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Divisi Manajemen Risiko. Tugas utama Divisi Manajemen Risiko adalah menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta melakukan serangkaian proses untuk mengumpulkan dan menguji pengukuran dan pelaporan risiko yang dilaporkan oleh para pemilik risiko tersebut. Penetapan kebijakan manajemen risiko dilakukan melalui proses persetujuan Direksi. Divisi Manajemen Risiko menyampaikan Laporan Evaluasi Risiko kepada Direksi secara periodik, yaitu harian, mingguan dan bulanan serta menyampaikan beberapa jenis laporan lainnya kepada Dewan Komisaris serta kepada pihak eksternal terkait, seperti Bank Indonesia. S

1. Risiko Kredit
  • Implementasi Four-eye Principless dalam manajemen risiko kredit, dimana persetujuan kredit dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang pemegang kewenangan pemutus kredit yaitu 1(satu) orang dari unit bisnis dan 1(satu) orang dari unit risiko.
  • Melakukan penyempurnaan Perangkat Aplikasi Kredit (PAK) seluruh segmen dan penyempurnaan kewenangan memutus kredit.
  • Mengembangkan Industry Risk Rating (IRR), yaitu penilaian tingkat risiko industri berdasarkan kondisi makro ekonomi, struktur industri, karakteristik industri, prospek industri, riwayat pinjaman, kinerja keuangan industri dan penyesuaian kondisi regional.
2. Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas
  • Melakukan perhitungan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) dengan menggunakan metode standar sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
  • Mengembangkan sistem pengelolaan risiko yang terintegrasi dan diaplikasikan ke segenap unit bisnis termasuk risiko pasar di cabang-cabang luar negeri.
  • Menyusun dan menerbitkan laporan dan analisis risiko pasar secara berkala (harian, mingguan, bulanan dan triwulanan). Mengembangkan sistem pengelolaan risiko yang terintegrasi ke dalam Treasury Management Information System untuk pengendalian risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga dan risiko likuiditas.
3. Risiko Operasional
  • Revitalisasi perangkat assessment risiko operasional yang dikenal dengan nama ORSA (Operational Risk Self Assessment) di seluruh Divisi, wilayah, Sentra-sentra Kredit dan seluruh cabang termasuk syariah.
  • Membangun perangkat risiko operasional yang dikenal dengan nama PERISKOP, yang menjadi alat monitoring potensi risiko operasional, kerugian operasional dan pelaporan.
  • Penambahan akun pencatatan untuk menampung dan mencatat kerugian risiko operasional (beban risiko operasional) sebagai upaya membangun Loss Event database.
  • Menyusun kerangka Key Risk Indicator BNI sebagai salah satu parameter pendukung dalam persiapan implementasi Basel II dengan pendekatan Advance Measurement Approach (AMA).
  • Penetapan limit kewenangan transaksi berdasarkan tingkat otoritas dan pengalaman pejabat yang bersangkutan.
  • Pembentukan Trade Processing Center yang secara signifikan mengurangi risiko yang melekat pada proses yang bersifat desentralisasi.
  • Melakukan benchmark operational risk management dengan bank berskala international (ABN Amro) serta melakukan gap analisis antara pelaksanaan operational risk management di BNI dan intenational best practices.
4. Risiko Kepatuhan
  • Mengefektifkan peran pengendalian intern yang independen, melalui quality assurance yang ada di setiap Unit (BQA, RQA, DQA). Staff Quality Assurance bertanggung jawab kepada Divisi Kepatuhan, bukan kepada Unit dimana mereka ditugaskan.
  • Melakukan penilaian atas tingkat kepatuhan BNI terhadap peraturan Bank Indonesia dan perundang-undangan yang berlaku.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur risiko kepatuhan, sebagai pedoman kerja dalam manajemen risiko kepatuhan.
5. Risiko Hukum
  • Melakukan kajian berkala terhadap dokumen hukum, perjanjian dan kontrak dengan pihak ketiga serta mengevaluasi kelemahan perjanjian yang dapat menimbulkan risiko hukum bagi BNI.
  • Melakukan penilaian atas risiko hukum yang tercermin dari besarnya gugatan, perkara yang disampaikan ke BNI.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko hukum.
6. Risiko Strategis
  • Melakukan pengukuran risiko strategis, yang didefinisikan sebagai kegagalan bank dalam mencapai target akibat keputusan bisnis yang diambil.
  • Pembentukan Komite Pengadaan yang bertanggung jawab atas penunjukan pihak ketiga seperti perusahaan asuransi, appraisal, akuntan publik dan konsultan manajemen.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko strategis.
7. Risiko Reputasi
  • Menetapkan parameter risiko reputasi dan mitigasi dalam pengelolaan risiko reputasi.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi untuk memastikan penyampaian pesan yang konsisten dan liputan media serta komunikasi massa yang positif.
  • Mengklasifikasikan media massa yang ada ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan sirkulasi dan cakupan geografis. Masing-masing kelompok media ini ditangani secara berbeda sesuai dengan tingkat risiko reputasi yang bersangkutan.
  • Melaksanakan evaluasi secara harian atas risiko reputasi yang dihadapi BNI dan dituangkan dalam suatu Laporan Media Monitoring. Pengelolaan risiko reputasi ini secara komprehensif dilakukan oleh Divisi Komunikasi Perusahaan.
  • Memantau penyelesaian komplain nasabah.

Business Continuity Plan

Sehubungan dengan penerapan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang pelaksanaan proses pengendalian risiko untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank, sejak tahun 2006 BNI telah memulai pembangunan dan penyusunan kebijakan untuk menghadapi kondisi darurat atau bencana. Basel II juga mewajibkan Bank untuk memiliki rencana keberlangsungan usaha dan rencana darurat (business continuity plans dan contingency plans) untuk memastikan kemampuannya, agar dapat tetap beroperasi dan membatasi kerugian jika terjadi gangguan terhadap aktivitas bisnis. Dilain pihak hal tersebut tidak terlepas dari data statistik bencana tiga tahun terakhir yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama sebagai negara di Asia Tenggara yang paling banyak mengalami kerugian material dan korban jiwa manusia akibat terjadinya bencana alam.
Untuk mempercepat penyempurnaan perangkat dimaksud, BNI telah membentuk Tim Business Continuity Plan (BCP) untuk menyusun suatu mekanisme formal yang merupakan kombinasi antara strategi, kebijakan, prosedur dan organisasi yang dikembangkan untuk memastikan kelangsungan operasional dari fungsi-fungsi usaha yang kritikal pada tingkat layanan tertentu pada saat terjadinya gangguan atau bencana baik yang diakibatkan oleh faktor alam maupun akibat perbuatan manusia yang dapat berupa tindak kekerasan, konflik horizontal dan ancaman teroris seperti ancaman bom.

Antisipasi Penerapan Basel I I

Dalam mengantisipasi penerapan Basel II ini, BNI selalu aktif terlibat dalam persiapan implementasi Basel II diantaranya adalah terlibat dalam Quantitative Impact Study (QIS 4 dan 5) yang diadakan oleh Basel Committee on Banking Supervision melalui Bank Indonesia. Dari hasil assessement Quantitatif Impact Study (QIS), rasio Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM atau CAR) BNI masih di atas rasio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada tahun 2007 BNI telah melakukan secondary public offering yang salah satu tujuannya adalah untuk memperkuat permodalan khususnya dalam mengantisipasi penerapan Basel II di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar