Senin, 02 Maret 2009

kelompoknya mika

CSR, a Risky Bussinesss - Risk Management and CSR

Karlina Arfiani
Nurmala Filmika
Fildariani

Corporate Social Responsibility (”CSR”) merupakan bagian dari manajemen resiko dan manajemen resiko merupakan bagian dari CSR. Apabila kita dapat mengintegrasikan kedua disiplin manajemen resiko dan CSR, maka akan dihasilkan keuntungan dua kali lipat. CSR secara otomatis akan semakin melekat pada proses manajemen sebagai alat strategi pengambilan keputusan pada semua level semua bisnis.

EU mendefinisikan knowledge ekonomi sebagai 4 kunci masa depan, yang secara langsung berhubungan dengan CSR, yaitu :

  • Penggunaan elektronik dan ekonomi secara universal - Bisnis Google di China memimpin dalam hal web
  • Pemusatan teknologi digital masa depan
  • Pertumbuhan internet
  • Dan terbukanya pasar telekomunikasi- Perusahaan seperti Nokia yang memperluas pangsa pasar.

Pada diskusi ini, kita menginvestigasi peranan CSR dan manajemen resiko. Tanggung jawab perusahaan adalah memahami tugas mereka yang tidak hanya memperhatikan karyawan namun juga bertanggungjawab pada lingkungan sekitar dan masyarakat sekitar. Kegagalan perusahaan dalam hal ini akan merusak reputasi perusahaan.

Business case pada pengambilan keputusan yang bertanggungjawab secara social dapat digambarkan seperti perlunya CSR untuk dapat diintegrasikan ke dalam bisnis dengan menganalisa value chain, dan ini dibutuhkan perubahan strategi CSR - dari responsive CSR menjadi pro-aktive CSR.

Performansi perusahaan seharusnya diidentifikasi, dimanage, dan dan meminimasi resiko-resiko. Perusahaan membutuhkan perhatian untuk beberapa hal dalam perencanaan strategi palnning : keuntungan distribusi, keuntungan dan value, proses produksi produk dan akses.

Knowledge economy telah memberikan efek peningkatan volume informasi untuk investor dan analis ekuitas. Pada kenyataannya pasar ekuitas tidak menilai CSR, akan tetapi pasar menghukum perusahaan ketika ada yang salah, akibat dari kebijakan CSR yang rendah.

Meskipun begitu, kita seharusnya bertanya kepada diri kita. Apakah pasar menilai resiko? Pada teori finansial, capital asset pricing model (CAPM) telah banyak digunalan, model ini mengira bahwa semua investor dapat memgang berbagai macam investasi portfolio dengan memiliki owning stocks and bonds. Namun ketika resiko menjadi bagian dari investasi, kritikal isunya adalah penambahan investasi dapat mengakibatkan resiko portfolio. Resiko menjadi sentral nilai bagi investasi.

Konsekuensi knowledge economy yaitu informasi membuat manajemen resiko lebih siap digunakan untk para investor- sebgai contoh presentasi Prudential Plc’s Economic Capital Analyst, yang meliputi resiko di bebrapa sector , sebagai contoh , asuransi dan bank menjadikan manajemen resiko sebagai informasi laporan.

Knowledge economy telah merubah pandangan bisnis dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab social dengan mengubah argument dari hanya sekedar hubungan dengan public dan pemenuhan barang .

Mengacu pada dampak knowledge economy pada permasalahan bisnis untuk CSR dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab social, pada diskusi ini, kita akan fokus pada bagaimana kita dapat memberi kerangka kerja / tools pada perusahaan untuk memperjelas permasalahan bisnis tersebut untuk perusahaan mereka dalam hal menguntungkan investor.

Pelaku CSR seharusnya mengadopsi teknik tang digunakan oleh para manajer resiko. Mereka perlu mengambil pendekatan langkah demi langkah untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi perusahaan, dengan tujuan untuk menunjukkan nilai CSR bagi bisnis yang dijalankan.

Pendekatan top down dalam membangun kerangka kerja manajemen resiko CSR telah digunakan. Dibawah model hokum internasional ini, deklarasi HAM internasional, hukum dan regulasi nasional digunakan sebagai acuan untuk manajemen resiko, sehingga perusahaan harus mematuhi hukum tersebut. Pendekatan bottom up diusulkan dimana titik awal analisis adalah perjanjian para stakeholder.

Pada diskusi ini, kami mengusulkan suatu alternative pendekatan bootom up yang mana resiko dianalisis untuk membentuk skenario berlawanan yang dihadapi perusahaan. Prosesnya melalui langkah demi langkah proses untuk menganalisa resiko yang dihadapi perusahaan dalam rangka membuat peratoran-peraturan CSR. Analisis seharusnya todak hanya fokus pada resiko perusahaan, tetapi juga meliputi resiko yang hadapi masyarakat.

EU’s Basel II Framework memperkenalkan suatu penedekatan industri standar untuk resiko operasional dalam perusahaan jasa keuangan - kerangka kerja ini dapat diperlengkap untuk mengkover CSR. Perusahaan menghadapi 3 tantangan kunci : manajemen resiko, pengukuran resiko, dan menerapkan manajemen resiko di bisnis mereka. Tehnik bottom up dan pengujian scenario digunakan diseluruh jasa keuangan di dunia. Sebagai contoh, Bank of Japan (BoJ) secara teratur melakukan analisis untuk menaksir dampak pada resiko berikut : gempa bumi, penipuan, perkara hukum, peninjauan kontrak, permasalahan system, rencana kelanjutan bisnis dan permasalahan tenaga kerja. Pada BoJ, Departemen Analisis Resiko telah melaksanakan CSR dengan nama berbeda.

Dalam diskusi ini, pendekatan bottom up untuk analisis resiko telah diuraikan yang mana dapat digunakan untuk menghubungkan CSR ke dalam manajemen resiko secara luas. Pendekatan bottom up dapat digunakan untuk mengusulkan KRIs dan KCIs untuk monitoring dan pelaporan manajemen resiko. Ini dapat digunakan untuk menyusun laporan resiko yang dapat digunakan oleh equity analysts dan stakeholder lainnya.

Informasi KRI dan KCI yang berkualitas baik dapat digunakan sebagai dasar penyusunan informasi CSR mengenai sinyal positif pasar sehubungan dengan manajemen resiko perusahaan. Informasi ini jika bertahan dan stabil selama periode tertentu, maka berarti pasar memberi nilai positif terhadap CSR.

Dalam knowledge economy, permasalahan bisnis CSR dapat dijumpai dalam manajemen resiko. Bagaimanapun juga, 49% manajer bisnis Eropa kelas atas percaya bahwa tujuan CSR yang utama adalah mengenai image. Bekerja dengan jelas diperlukan untuk memenangkan hati dan pemikiran para petinggi manajemen. Penggunaan kerangka kerja manajemen resiko bisnis yang sudah ada dapat membantu menyediakan jalan yang jelas untuk menanamkan CSR dalam manajemen bisnis, nilai pemegang saham dan komunikasi dengan stakeholder kunci. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar