Senin, 02 Maret 2009

kelompoknya anas

PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) GUNA MEMINIMALISIR RISIKO-RISIKO YANG TERJADI STUDI KASUS PT. BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906 , Tbk.

Aldilla Nur Pratiwi
Dwi Rahayuningsih

Muhammad Nasrudin


Ringkasan Umum


Dewasa ini peran dunia perbankan di kancah perekonomian dunia sangatlah vital. Oleh karena itu perlu adanya ketahanan yang kuat yang harus dimiliki oleh dunia perbankan. Untuk memenuhi kriteria tersebut munculah suatu sistem yang diberi nama Good Corporate Governance atau yang lebih dikenal sebagai GCG guna mengatur risiko yang dihadapi oleh dunia perbankan. Ketika industri perbankan dibelit banyak masalah, barulah dirasakan pentingnya menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance atau GCG). Padahal, sebelumnya, prinsip GCG yang meliputi keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran terkesan sebagai pajangan belaka. Tapi, harus diingat, tidak mudah menerapkan prinsip tersebut. Sebab, perlu komitmen yang sungguh-sungguh antara pemegang saham dan pengelola bank. Sekarang ini konsep GCG banyak diaplikasikan oleh dunia perbankan, oleh karena itu GCG diharapkan dapat memperbaiki citra perbankan yang sempat terpuruk. Hal itu mengingat dalam GCG terkandung lima prinsip yang dianggap positif bagi pengelolaan sebuah perusahaan.
Satu, prinsip keterbukaan atau transparansi, misalnya, bank mesti membeberkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat dibandingkan. Informasi tersebut juga harus mudah diakses stakeholders sesuai dengan haknya.
Dua, prinsip akuntabilitas, berarti, bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari setiap komponen organisasi selaras dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan. Setiap komponen organisasi mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Mereka harus dapat memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
Tiga, prinsip tanggung jawab (responsibility). Artinya, bank harus memegang prinsip prudential banking practices. Prinsip tersebut harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tetap terjaga kelangsungan usahanya. Bank pun harus mampu bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik).
Empat, prinsip independensi. Bank harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholders. Pengelola bank tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sepihak. Ia harus bisa menghindari segala bentuk benturan kepentingan (conflict of interest). Lima, prinsip kewajaran. Bank harus memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment). Namun, bank juga perlu memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri serta memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
Pada pt. Bank Himpunan Saudara 1906 , tbk. Sesuai hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance di Bank Saudara untuk periode 2007 secara umum memiliki predikat yang BAIK. Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah penanganan benturan kepentingan serta penerapan fungsi Audit Intern. Dalam hal penanganan benturan kepentingan, Bank Saudara akan membuat kebijakan dan pedoman yang khusus mengatur mengenai kriteria dan tata cara penanganan benturan kepentingan yang mengikat setiap pengurus dan pegawai Bank Saudara. Rencana pembuatan kebijakan dan pedoman tersebut adalah pada Triwulan II tahun 2008 dan akan diselesaikan pada Triwulan III tahun 2008.
Fungsi kepatuhan akan ditingkatkan dengan melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait di dalam struktur organisasi perseroan sehubungan dengan permasalahan pokok mengenai ketergantungan terhadap deposan inti, kondisi maturity mismatch jangka pendek, peningkatan terhadap pemberian kredit UMKM, serta perbaikan terhadap beberapa pelaporan. Sedangkan dalam hal penerapan fungsi Audit Intern, Bank Saudara akan meningkatkan peran Audit Intern dalam pengendalian intern terkait dengan kompleksitas usaha yang semakin meningkat. Penerapan fungsi Audit Intern yang berbasis risiko di setiap unit bisnis akan menjadi tolak ukur dalam pengawasan dan pengendalian intern.

kelompoknya mamad

MANAJEMEN RESIKO PADA BANK BNI

Mohamad Fauzan R.
Kristiana Satuti
Mona Juwita

Perkembangan dunia perbankan yang disertai dengan meningkatnya kompleksitas aktivitas perbankan semakin mempertegas pentingnya tata kelola perusahaan yang sehat (good corporate governance) dan manajemen risiko yang dapat diandalkan. Kedua hal tersebut merupakan faktor penting yang menjadi perhatian para investor dalam penilaian pilihan target investasinya.
Pada dasarnya proses manajemen risiko dilakukan oleh masing-masing unit mengingat risiko yang dihadapi merupakan risiko individual yang melekat pada produk, transaksi, maupun proses pada unit bersangkutan. Hal ini sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Divisi Manajemen Risiko. Tugas utama Divisi Manajemen Risiko adalah menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta melakukan serangkaian proses untuk mengumpulkan dan menguji pengukuran dan pelaporan risiko yang dilaporkan oleh para pemilik risiko tersebut. Penetapan kebijakan manajemen risiko dilakukan melalui proses persetujuan Direksi. Divisi Manajemen Risiko menyampaikan Laporan Evaluasi Risiko kepada Direksi secara periodik, yaitu harian, mingguan dan bulanan serta menyampaikan beberapa jenis laporan lainnya kepada Dewan Komisaris serta kepada pihak eksternal terkait, seperti Bank Indonesia. S

1. Risiko Kredit
  • Implementasi Four-eye Principless dalam manajemen risiko kredit, dimana persetujuan kredit dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang pemegang kewenangan pemutus kredit yaitu 1(satu) orang dari unit bisnis dan 1(satu) orang dari unit risiko.
  • Melakukan penyempurnaan Perangkat Aplikasi Kredit (PAK) seluruh segmen dan penyempurnaan kewenangan memutus kredit.
  • Mengembangkan Industry Risk Rating (IRR), yaitu penilaian tingkat risiko industri berdasarkan kondisi makro ekonomi, struktur industri, karakteristik industri, prospek industri, riwayat pinjaman, kinerja keuangan industri dan penyesuaian kondisi regional.
2. Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas
  • Melakukan perhitungan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) dengan menggunakan metode standar sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
  • Mengembangkan sistem pengelolaan risiko yang terintegrasi dan diaplikasikan ke segenap unit bisnis termasuk risiko pasar di cabang-cabang luar negeri.
  • Menyusun dan menerbitkan laporan dan analisis risiko pasar secara berkala (harian, mingguan, bulanan dan triwulanan). Mengembangkan sistem pengelolaan risiko yang terintegrasi ke dalam Treasury Management Information System untuk pengendalian risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga dan risiko likuiditas.
3. Risiko Operasional
  • Revitalisasi perangkat assessment risiko operasional yang dikenal dengan nama ORSA (Operational Risk Self Assessment) di seluruh Divisi, wilayah, Sentra-sentra Kredit dan seluruh cabang termasuk syariah.
  • Membangun perangkat risiko operasional yang dikenal dengan nama PERISKOP, yang menjadi alat monitoring potensi risiko operasional, kerugian operasional dan pelaporan.
  • Penambahan akun pencatatan untuk menampung dan mencatat kerugian risiko operasional (beban risiko operasional) sebagai upaya membangun Loss Event database.
  • Menyusun kerangka Key Risk Indicator BNI sebagai salah satu parameter pendukung dalam persiapan implementasi Basel II dengan pendekatan Advance Measurement Approach (AMA).
  • Penetapan limit kewenangan transaksi berdasarkan tingkat otoritas dan pengalaman pejabat yang bersangkutan.
  • Pembentukan Trade Processing Center yang secara signifikan mengurangi risiko yang melekat pada proses yang bersifat desentralisasi.
  • Melakukan benchmark operational risk management dengan bank berskala international (ABN Amro) serta melakukan gap analisis antara pelaksanaan operational risk management di BNI dan intenational best practices.
4. Risiko Kepatuhan
  • Mengefektifkan peran pengendalian intern yang independen, melalui quality assurance yang ada di setiap Unit (BQA, RQA, DQA). Staff Quality Assurance bertanggung jawab kepada Divisi Kepatuhan, bukan kepada Unit dimana mereka ditugaskan.
  • Melakukan penilaian atas tingkat kepatuhan BNI terhadap peraturan Bank Indonesia dan perundang-undangan yang berlaku.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur risiko kepatuhan, sebagai pedoman kerja dalam manajemen risiko kepatuhan.
5. Risiko Hukum
  • Melakukan kajian berkala terhadap dokumen hukum, perjanjian dan kontrak dengan pihak ketiga serta mengevaluasi kelemahan perjanjian yang dapat menimbulkan risiko hukum bagi BNI.
  • Melakukan penilaian atas risiko hukum yang tercermin dari besarnya gugatan, perkara yang disampaikan ke BNI.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko hukum.
6. Risiko Strategis
  • Melakukan pengukuran risiko strategis, yang didefinisikan sebagai kegagalan bank dalam mencapai target akibat keputusan bisnis yang diambil.
  • Pembentukan Komite Pengadaan yang bertanggung jawab atas penunjukan pihak ketiga seperti perusahaan asuransi, appraisal, akuntan publik dan konsultan manajemen.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan risiko strategis.
7. Risiko Reputasi
  • Menetapkan parameter risiko reputasi dan mitigasi dalam pengelolaan risiko reputasi.
  • Menetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi untuk memastikan penyampaian pesan yang konsisten dan liputan media serta komunikasi massa yang positif.
  • Mengklasifikasikan media massa yang ada ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan sirkulasi dan cakupan geografis. Masing-masing kelompok media ini ditangani secara berbeda sesuai dengan tingkat risiko reputasi yang bersangkutan.
  • Melaksanakan evaluasi secara harian atas risiko reputasi yang dihadapi BNI dan dituangkan dalam suatu Laporan Media Monitoring. Pengelolaan risiko reputasi ini secara komprehensif dilakukan oleh Divisi Komunikasi Perusahaan.
  • Memantau penyelesaian komplain nasabah.

Business Continuity Plan

Sehubungan dengan penerapan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang pelaksanaan proses pengendalian risiko untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank, sejak tahun 2006 BNI telah memulai pembangunan dan penyusunan kebijakan untuk menghadapi kondisi darurat atau bencana. Basel II juga mewajibkan Bank untuk memiliki rencana keberlangsungan usaha dan rencana darurat (business continuity plans dan contingency plans) untuk memastikan kemampuannya, agar dapat tetap beroperasi dan membatasi kerugian jika terjadi gangguan terhadap aktivitas bisnis. Dilain pihak hal tersebut tidak terlepas dari data statistik bencana tiga tahun terakhir yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama sebagai negara di Asia Tenggara yang paling banyak mengalami kerugian material dan korban jiwa manusia akibat terjadinya bencana alam.
Untuk mempercepat penyempurnaan perangkat dimaksud, BNI telah membentuk Tim Business Continuity Plan (BCP) untuk menyusun suatu mekanisme formal yang merupakan kombinasi antara strategi, kebijakan, prosedur dan organisasi yang dikembangkan untuk memastikan kelangsungan operasional dari fungsi-fungsi usaha yang kritikal pada tingkat layanan tertentu pada saat terjadinya gangguan atau bencana baik yang diakibatkan oleh faktor alam maupun akibat perbuatan manusia yang dapat berupa tindak kekerasan, konflik horizontal dan ancaman teroris seperti ancaman bom.

Antisipasi Penerapan Basel I I

Dalam mengantisipasi penerapan Basel II ini, BNI selalu aktif terlibat dalam persiapan implementasi Basel II diantaranya adalah terlibat dalam Quantitative Impact Study (QIS 4 dan 5) yang diadakan oleh Basel Committee on Banking Supervision melalui Bank Indonesia. Dari hasil assessement Quantitatif Impact Study (QIS), rasio Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM atau CAR) BNI masih di atas rasio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada tahun 2007 BNI telah melakukan secondary public offering yang salah satu tujuannya adalah untuk memperkuat permodalan khususnya dalam mengantisipasi penerapan Basel II di Indonesia.

kelompoknya andry

Tiga Study Kasus Kerangka Menejemen Resiko pada Transportasi Material yang berbahaya

Team penyusun Andry, Reza, Silvi

Latar Belakang

Departemen memiliki program pengamanan yang comprehensive dalam hal transportasi transportasi material yang berbahaya, program pengamanan ini bertujuan untuk melindungi bangsanya dari resiko yang mungkin timbul bagi kehidupan, kesehatan, property, dan lingkungan. Keberadaan program pengamanan pada transportasi material yang berbahaya telah berjalan dengan baik selama beberapa tahun ini. Dalam mengembangkan kerangga menejemen resiko dan mengevaluasi aplikasinya secara nyata, RSPA melakukan 5 hal dibawah ini :
  • Menyelenggarakan meeting dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk memperkenalkan ide kerangka menejemen resiko yang baru dan memperoleh feedback. Mengevaluasi kerangka menejemen resiko yang ada saat ini.
  • Mengembangkan kerangka menejemen resiko.
  • Melakukan rapat dengan para ahli untuk menyediakan feedback pada kerangka menejemen resiko
  • Menggunakan studi kasus untuk mengevaluasi keefektifan kerangka menejemen resiko
Studi Kasus 1: Program Pelepasan non-accidental yang diatur oleh Asosiasi Jawatan kereta api Amerika

2.1 Dasar pemikiran untuk Memilih Program NAR
Asosiasi dagang yang dipilih untuk ikut ambil bagian dalam studi ini adalah Asosiasi Jawatan kereta api Amerika ( AAR). AAR mengurus suatu material yang penuh resiko release-prevention program dipanggil Non-Accident Release ( NAR). RSPA memilih AAR’S Program NAR karena telah terbukti sukses mengurangi jumlah dari Non-Accident Release dalam beberapa tahun terakhir ini dan juga memberikan cukup jumlah data dan dokumentasi yang tersedia untuk dianalisa

2.2 pengertian NAR
AAR adalah memperhatikan NARS sebab mereka dapat menandai defisiensi operasional, jika tidak dikendalikan, dapat mendorong kearah kecelakaan skala lebih besar atau release ( lihat kotak untuk definisi NAR). Sasaran Program NAR adalah untuk mengurangi frekwensi NARS seluruh Amerika Utara sebesar 25% pada 1998 dan 50% pada akhir 2000 ( 1995 adalah tahun awal). Agar berhasil Program NAR harus menaikkan maka kesadaran antar semua pemain dilibatkan dan oleh karena itu Program NAR meliputi pengirim, pengangkut, kepemilikan [kereta,mobil], asosiasi dagang, penerima, para penyalur komponen dan para agen pengatur; banyak dari yang bukanlah perusahaan anggota AAR. Efektivitas Program NAR bergantung pada besarnya keikutsertaan yang sukarela dan kooperasi dari banyak perusahaan non-member.

2.3 Program NAR dan diperkenalkannya Kerangka managemen resiko
2.3.1 Perbandingan program NAR dengan filosofi kerangka yang diperkenalkan P
rogram NAR tidak berada pada suatu filosofi yang sebenarnya seperti yang digambarkan pada kerangka managemen resiko, namun kesemua misi atau strategi tersebut dapat dilihat sebagai sesuatu yang sama. Misi ini untuk mencegah kejadian NARS melalui program pengumpulan informasi. Mengembang kesadaran luas seperti kerangka dalam action informed by analysis, NAR Strategi Atau Misi program meliputi suatu tindakan dan suatu unsur analisa. Perihal unsur tindakan, Program NAR meliputi aktivitas, seperti distribusi Paket Tindakan dan lain informational material, yang dapat dipertimbangkan tindakan. Sasaran program adalah untuk memotivasi peserta untuk bertindak dan mengurangi NARS.

2.3.2 perbandingan NAR dengan prisip dikenalkanya kerangka ini
Bagian ini fokus pada bagaimana Unsur-Unsur Program yang utama NAR terhadap prinsip kerangka manajemen resiko yang telah diperkenalkan di Bagian 1.2. hal ini 3 menyediakan suatu uraian ringkas dari tiap prinsip kerangka dan yang sejenisnya atau unsur NAR serupa. Secara umum, prinsip kerangka nampak cukup lebar untuk menyertakan suatu padanan yang luas atau aktivitas semi-equivalent. Salah satu perbedaan yang semakin penting adalah dimana program NAR menginterpretasikan prioritisasi dalam suatu cara yang lebih terbatas dibanding yang direkomendasikan oleh kerangka tersebut. Program NAR menggunakan prioritisasi untuk menentukan bagian mana akan dikirim oleh tindakan ini, tetapi ini lebih dari suatu penentuan ambang pintu. Dengan yang terbaru pengatur banyaknya NARS, akan jadi menarik untuk melihat bagaimana tambahan prioritas yang mungkin ditentukan oleh Program NAR. 2.3.3 Perbandingan Program NAR dengan Yang diusulkan Framework’S Umum, pendekatan tahapan Manajemen Resiko pendekatan tahapan kerangka Manajemen Resiko dari RSPA telah dikembangkan menjadi cukup fleksibel untuk diberlakukan bagi suatu jangkauan luas situasi manajemen dan mampu melayani untuk suatu keseluruhan program manajemen resiko. Sebagai alternatif, itu dapat diterapkan denagn cara lebih dipusatkan untuk memandu suatu analisa manajemen resiko dan implementasi menargetkan pada resiko operasi tunggal. Untuk melihat hubungan antara Program NAR dan Pendekatannya, kita dapat menggolongkan masing-masing tentang aktivitas program NAR atau unsur-unsur cara yang serupa kepada langkah-langkah yang ditemukan dalam pendekatan yang dikenalkan Pada tabel 4.

2.4 Kesimpulan
Kerangka Manajemen Resiko ( mencakup filosofi, prinsip dan Pendekatan) dan Program NAR berbagi beberapa persamaan penting. Keduanya sistem akhirnya mempunyai tujuan untuk mengurangi kemungkinan dari kecelakaan akan terjadi. Ini diartikan ke dalam pengurangan resiko yang berhubungan dengan pengangkutan material penuh resiko. Kerangka menempatkan lebih pada penekanan aktivitas penilaian resiko dibanding Program NAR. Hal ini tidak mengejutkan sebab kerangka kenyataannya lebih banyak suatu sistem manajemen resiko dibanding NAR yang programnya menempatkan suatu penekanan lebih besar pada analisa peristiwa dan perkerjaan mengikuti tujuan yang akan dicapai. Program NAR terdiri dari analisa dan tindakan oleh AAR dan perusahaan tersebut.

Studi kasus 2 : program Eksempsi RSPA dan peraturan eksempsi medical waste.

3.1 Rasional untuk memilih program eksempsi RSPA
RSPA memilih untuk mempelajari program Eksempsinya sendiri untuk mengetahui bagaimana baik kerangka kerja manajemen resiko yang baru dapat disatukan dalam prosesnya sendiri untuk memperbaiki usaha manajemen resiko. Sebagai tambahan, pengaplikasian manajemen resiko yang baru untuk menyatakan area yang potensial untuk perbaikan manajemen resiko dalam program eksempsi.

Deskripsi program eksempsi RSPA
Eksempsi menyediakan alternative untuk Peraturan Material Berbahaya (HMRs) DOT dan digunakan untuk menyediakan keringanan dari regulasi ketika keadaan mengizinkan pengecualian pada peraturan. Kejadian ini meliputi permintaan untuk menggunakan metode lain untuk menggunakan metode lain untuk transportasi, packaging atau manufacturing material berbahaya selain yang telah ditulis dalam peraturan. Minimal, aplikasi eksempsi harus menyediakan :
  • Informasi yang mendeskripsikan shipping yang relevan dan pengalaman insiden
  • Pernyataan yang mengidentifikasi peningkatan resiko untuk penyelamatan yang mungkin berhasil jika eksempsi diizinkan dan deskripsi pengukuran yang diambil untk menandai resiko
  • Data dan hasil tes yang menusulkan alternative akan mendapatkan level safety minimal sama dengan yang dibutuhkan regulasi eksempsi yang ditandai
  • Jika level safety tidak ditetapkan oleh regulasi, analisis yang mengidentifikasi tiap bahaya, kegagalan yang potensial dan probabilitas terjadinya dan bagaimana menggabungkan resiko dengan setiap bahaya / kegagalan dikontrol untuk berlangsungnya aktivitas atau daur hidup packaging.
Analisis harus dilakukan oleh aplikan untuk memenuhi salah satu dari kriteria di atas secara tipikal mengacu pada analisis safety. Analisis safety yang menyertai aplikasi, mengubah penilaian resiko yang lebih dalam ke investigasi performansi yang lebih sederhana.

Eksempsi pengaturan Packaging dan Transport Medical Waste.
Eksempsi pengaturan Medical Waste diambil sebagai contoh oleh dua Eksempsi berbeda, # 10821 dan # 10826, masing – masing menandai set yang kecil yang berbeda dari HMRs. Eksempsi # 10821 mengecualikan aplikan dari DOT HMRs berikut :
  • 49 CFR 172.101 masuk dalam kolom (8) (b) dan (8)(c) untuk pengaturan medical waste
  • 49 CFR 173.197 di mana spesifikasi packaging non-DOT didefinisikan dan diberi kuasa
Eksempsi #10826 dikeluarkan 1993 dan pengecualiannya dari regulasi di atas ditambah :
  • 49 CFR 171.8 definisi spesifik ditemukan dalam bab “Definisi dan Abreviasi”

Dalam tujuan untuk mengikat dan membandingkan aktivitas yang mengambil tempat selama proses evaluasi dari pengaturan Eksempsi medical waste pada elemen yang menyempurnakan kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan. pada elemen yang menyempurnakan kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan. Program eksempsi dan kerangka kerja manajemen resiko Perbandingan program Eksempsi dan filosofi kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan.
Program Eksempsi RSPA mempunyai 2 tujuan yang dikombinasikan yang dapat dilihat sebagai “Filosofi Dasar” sebagai gambaran dalam kerangka kerja manajemen resiko. Tujuan utama program eksempsi adalah :
  • Mencegah pelepasan material berbahaya selama transportasi untuk melindungi masyarakat
  • Eksempsi diizinkan hanya ketikasuatu level safety yang ekuivalen oleh alternatif yang diusulkan Perbandingan program Eksempsi pada prinsip-prinsip kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan

Bagian berikutnya berfokus pada bagaimana elemen mayor atau aktivitas program Eksempsi RSPA mengikat ke dalam prinsip-prinsip kerangka kerja manajemen resikoyang diusulkan yang ada di daftar pada bagian 1.2. Dalam beberapa kasus beberapa aktivitas yang terjadi selama aplikasi eksempsi RMW dan proses evaluasi digunakan untuk menginvestigasi konsistensi dengan prinsip kerangka kerja manajemen resiko.

Observasi
Terdiri dari beberapa observasi yang dibuat sebagai hasil perbandingan program Eksempsi pada Approach :
  • Control Point menempatkan kontrol dapat diaplikasikan untuk mencegah, mengeliminasi resiko.
  • Antara approach dan program Eksempsi memiliki suatu rangkaian, stepwise approach dengan hasil aakhir terdiri dari beberapa bentu evaluasi / verifikasi dan suatu hubungan feedback loops
  • Memelihara dokumentasi yang layak dari seluruh analisis, data, hasil-hasil, keputusan dan backup informasi lain yang berhubungan dengan resiko system manajemen.
  • Pendekatan dan Proses Aplikasi eksempsi melakukan pemusatan dengan sangat baik meliputi penilaian, strategi, tindakan, verifikasi dan evaluasi.
Kesimpulan
  1. apa perbedaan dan persamaan yang mencolok antara kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan dan program eksempsi RSPA?
  • kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan (termasuk filosofi, prinsip dan pendekatan) dan Program Eksempsi terdapat beberapa persamaan. Keduanya merupakan sistem decision making yang menggunakan proses iteratif yang sama. RSPA fokus pada komitmen untuk mempertahankan level safety yang ekuivalen dan melindungi masyarakat dari material berbahaya. Komitmen ini sangat mirip dengan titik berat kerangka kerja pda pemeliharaan “Komitmen Manajemen pada Manajemen Resiko”.
  1. apakah kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan flexibel, dapat diadaptasi dan berguna?
  • Elemen spesifik dari kerangka kerja manajemen resiko yang diusulkan dibuat untuk mengadaptasi dengan baik pada area yang teliti pada program eksempsi. Pertama, langkah terakhir dari Approach lebih dapat beradaptasi pada aktivitas yang lebih luas. Dengan kata lain, langkah ini termasuk subaktivitas yang mungkin untuk menemukan dasar umum antara 2 sistem. Lebih pentingnya, beberapalangkah Approach dan prinsip kerangka kerja mengandung rekomendasi berguna dalam deskripsinya yang dapat digabung dalam program eksempsi untuk perbaikan usaha manajemen resiko.


Studi Kasus 3 (Himpunan dari pendekatan menejemen resiko yang digunakan untum memilih anggota dari inditri truk)

Metodologi untuk mempelajari pendekatan menejemn resiko
Indistri truk merupakan sector penting dalam transportasi material berbahaya. Selain itu, karena induatri truk sangat beragam (ukuran , geografi, response level), ini merupakan hal yang sangat penting untuk menguji kerangka menejemen resiko pada sector ini. Dalam studi kasus ini, National Tank Truck Carriers (NTTC) sangat membantu dalam menyediakan hubungan dengan berbagai macam industri truk. Meliputi Miller Transportation, Groendyke, dan Environmental Compliance Services, yang memiliki program menejemen resiko aktif atau memiliki kekuatan yang menarik dalam pengamanan truk hazmat.

Kompilasi dari pendekatan menejemen resiko
Ketika memikirkan tentang bagaimana mengelola resiko dari mentransportasikan material baru yang berbahaya, perusaan truk mengidentifikasi factor pengendali resiko utama berdasarkan pada pengalaman stafnya. ICF mengkategorikan beberapa control utama menjadi beberapa topik yang secara umum mengikuti langkah-langkah yang ada pada kerangka kerja menejemen resiko RSPA.
  • Memahami dan mengevaluasi bahaya dan resiko
  • Pihak yang terkena Bahaya
  • Continuous Improvement and Evaluation
  • Management Commitment

Kesimpulan
Kesimpulan dibawah ini, merupakan jawaban dari dua pertanyaan yang ada dibawah ini :
  • Apakah perbedaan utama dan persamaan antara usulan kerangka kerja menejemen resiko dan pendekatan menejemen resiko yang digunakan untuk memilih perusahaan truk?
Secara umum, pendekatan menejemen resiko oleh perusahaan truk telah konsisten dengan filosofi dan urutan proses dalam kerangka kerja menejemen resiko. Ketentuan area seperti komitmen menejemen secara kuat ditekankan kedua kerangka kerja menejemen resiko sebaik perusahaan truk. Kerangka kerja menejemen resiko menyarankan struktur analisis resiko sesuai secara umum. Apakah kerangka kerja menejemen resiko yang diusulkan flexible, adaptable, dan berguna? Elemen khusus pada usulan kerangka kerja menejemen resiko terlihat secara rasional.

kelompoknya babe

PENDEKATAN MANAJEMEN RESIKO DI PUSAT KESEHATAN KAISER PERMANENTE LOS ANGELES

Irene P
Seto S
Arief C

Lingkungan industri kesehatan sekarang yang kompetitif, seiring dengan meningkatnya biaya litigasi dan asuransi telah menciptakan dorongan untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan untuk mengurangi resiko yang lebih jauh. Karena sifat intervensi medis saat ini, hal menghindari resiko secara menyeluruh tidak memungkinkan. Sehingga manajemen resiko perawatan kesehatan dirancang untuk mengurangi kejadian dari kecelakaan yang dapat dicegah dan untuk meminimasi kerugian finansial dari organisasi jika suatu kecelakaan/cedera terjadi. Managemen resiko adalah ilmu yang sangat luas yang berhadapan dengan kenyataan setiap aspek dari kegiatan-kegiatan operasional suatu lembaga.
Standar Untuk Program Manajemen Resiko Perawatan Kesehatan Sekarang Agen lisensi dan organisasi profesional menetapkan standar minimum untuk sebuah program manajemen resiko perawatan kesehatan. Standar-standar ini membutuhkan interaksi langsung dan dukungan antara Team Manajemen Resiko, Administrasi, Departemen Hukum, Staf Medis, dan Manajemen Kualitas. Mekanisme harus ditempatkan dengan tepat untuk investigasi yang cepat dan pelaporan dari kejadian, analisis prospektif dan retrospektif, dan pelaksanaan program kesehatan. The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) yang menerbitkan pedoman untuk rumah sakit dalam panduan akreditasi rumah sakit. Bagian utama dari resiko manajemen perawatan kesehatan adalah dengan meahami panduan JCHO dan memastikan bahwa departemen-departemen yang ada telah sesuai dengan panduan yang mereka buat. Pengukuran nilai keselamatan dengan mengecek dan penyeimbangan ditempatkan pada tempat dimana meningkatkan kualitas perawatan dan juga membantu mengurangi klaim.

Korelasi Antara Pelayanan Dan Resiko
Kaiser Permanente Los Angeles Medical Center (LAMC), disamping secara rutin memberikan pelayanan kesehatan dan pelayanan klinis, berfungsi sebagai pusat pembelajaran untuk perawatan Kaiser Foundation Hospital/Health Plan (KFH/HP) di seluruh anggota Southern California. Sebagai contoh mereka secara alami meningkatkan resiko termasuk apheresis, transpalansi sumsum tulang, catheterization jantung, operasi jantung, transpalansi organ, dan lain-lain. Khususnya, beberapa non perguruan meningkatkan pelayanan resiko klinis, menempatkan fasilitas pelayanan kesehatan kemampuan staff dan beresiko tinggi untuk mengurangi klaim. Seperti layanan yang diberikan di LAMC termasuk Obstetrics, Layanan Darurat, Bedah, Anesthesia, Psychiatric Services, Radiology Layanan, anestesi, Jiwa Layanan, Radiologi, dan pelayanan kesehatan tumah. Meskipun dasar prinsip-prinsip manajemen resiko kesehatan tetap sama dalam situasi beresiko rendah dan beresiko tinggi, penekanan lebih besar harus ditempatkan pada prinsip-prinsip dalam situasi beresiko tinggi karena di dalam potensi hasil merugikan pasien juga sebagai kerugian keuangan kepada organizáis.

Petunjuk untuk Pelaporan yang Efektif kepada Manajer Resiko
Pada LAMC, waktu dan aliran informasi akurat didukung dan dimudahkan dengan menulis dan komunikasi lisan dengan manajer resiko. Pelaporan di pusat medis ditingkatkan dengan terus meningkatkan kesadaran dari apa yang dilaporkan, dengan menciptakan suatu peristiwa sederhana yang melaporkan sistem, dengan memberi harapan kepada dokter dan keterlibatan staff lain, dan dengan pengembangan dalam departemen. Lebih dari itu, persiapan laporan peristiwa yang efektif diakui memerlukan uraian sasaran, kerahasiaan, dan ketepatan waktu.

Hubungan Antara Mutu Kepedulian dan Resiko
Suatu hubungan komplementer meningkatkan resiko pengurangan kualitas dan resiko menurun meningkatkan kualitas. Departemen Manajemen Resiko Dan Manajemen kualitas mempunyai suatu hubungan simbiotik dan synergik : apapun yang mempengaruhi mutu maka mempengaruhi resiko. Contoh tentang interaksi ini meliputi kepercayaan dokter dan penghargaan perlakuan khusus rumah sakit, penilaian dokter dengan mengevaluasi hasil pasien selama keadaan tidak sehat dan konferensi, dan persepsi kepedulian pasien yang nyata sebagai pujian, keluhan, dan Penilaian Anggota Dokter Dan Jasa Penyedia (MAPPS).

Struktur Organisasi dari Entitas Manajemen Resiko LAMC
Komite Manajemen Perawatan Pasien
Komite Manajemen Perawatan Pasien, sebelumnya dikenal sebagai Komite Manajemen Risiko, dibuat untuk menangani masalah manajemen resiko dan kualitas perawatan.
Komite memeriksa pusat praktek kesehatan sekarang serta kebijakan dan prosedur untuk identifikasi masalah proaktif dan menyarankan resolusi untuk masalah ini. Komite juga ulasan kejadian tsebelumnya dk masa lalu untuk memastikan tindakan korektif yang diperlukan telah diambil. Komite itu terdiri dari multi-disiplin: berbagai departemen klinis, departemen administratif rumah sakit, departemen perawat, farmasi, dan layanan pendukung lainnya yang diwakili. Komite mengadakan pertemuan pada waktu dibutuhkan, tetapi setidaknya setiap triwulan.
Komite Manajemen Perawatan Pasien (The Patient Care Management Committee) melapor kepada Komite Manajemen Kualitas LAMC, yang kemudian melapor ke Tim Administratif Pusat Medis (Medical Center Administrarive team, MCAT). MCAT yang bertanggung jawab kepada Direktur Medis Grup Medis Permanente California-Selatan (Southern California Permanente Medical Group, SCPMG) dan kepada Presiden KFH / HP dari Divisi California. Komite Manajemen Risiko Regional (Regional Risk Management Committee) mengawasi Program Manajemen Risiko dan melapor langsung ke Komite Kualitas California-Selatan KP (KP Southern-California Quality Committee), yang melapor kepada Presiden KFH / HP dan kepada Direktur Medis SCPMG.


Peningkatan yang Dilakukan oleh Komite
Selama empat tahun, Komite Manajemen Perawatan Pasien pada LAMC telah menghasilkan perbaikan-perbaikan penting:
Pelaksanaan kerjasama pendidikan untuk meningkatkan kolaborasi, komunikasi, dan pendidikan dokter / perawat;
  1. Peningkatan kesadaran untuk menjaga kerahasiaan, dicapai oleh presentasi ke seluruh medis pusat sebuah video tentang kerahasiaan dan memasukkan video ke dalam program orientasi yang diberikan kepada semua karyawan baru;
  2. Pelaksanaan pertemuan manajemen risiko tahunan untuk semua staf kerja;
  3. Pelaksanaan program untuk meningkatkan kesesuaian dari dokumentasi rekam medis;
  4. Revisi pedoman untuk manajemen diabetes pra-operasi dan intraoperasi;
  5. Pendirian protokol dan pendidikan mengenai pilihan catheter vena pusat (misalnya, untuk mempromosikan tempat awal yang sesuai dan dengan demikian mengurangi kebutuhan penggantian catheter dan risiko infeksi);
  6. Mendesain ulang dari Formulir Laporan Kejadian LAMC (LAMC Incident reporrt Form) agar kejadian dokumen medis lebih akurat;
  7. Peningkatan penggunaan Rekam Administrasi Medis (Medication Administration Record) dengan benar;
  8. Meninjau Unit Perawatan Kritis (Care Critical Care Units) dan memperbarui kebijakan dan prosedur perizinan langsung;
  9. Klarifikasi kebijakan isolasi tuberkulosis di Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit);
  10. Pengenalan kebijakan dimana alergi obat dari pasien dicatat dalam bentuk yang telah disepakati; Klarifikasi dari penempatan pasien yang mempunyai pantangan alergi di tabel Rawat Inap.

Komite Peninjau Medis (The Medical Review Committee)
Komite Peninjau Medis yang merupakan kelompok yang bertemu setiap minggu untuk meninjau keluhan anggota membuat disposisi tentang masing-masing. Apapun dirugikan anggota mungkin memeriksa review ini dengan permintaan pertama untuk menghadiri pertemuan mingguan

Mengurangi Resiko Melalui Komunikasi Pasien-Penyedia jasa Yang Efektif
Penyedia jasa harus selalu ingat pentingnya merawat pasien dari masing-masing seperti merawat diri kita sendiri. Melakukan hubungan baik dengan pasien adalah penting untuk memberikan layanan berkualitas tinggi dan ini merupakan proses utama untuk pengadilan, bahkan setelah keluaran. Ini memuaskan "dua jalur" komunikasi yang terkadang sulit untuk dicapai dalam pertemuan dengan pasien dan memerlukan perhatian penuh mendengarkan, cepat memahami bahasa tubuh, pertanyaan petunjuk, dan komentar. Keterampilan ini tidak selalu ke penyedia jasa tapi dapat dikembangkan di LAMC melalui seminar dan bursa kerja. Peningkatan pelatihan ini mungkin menjanjikan tetapi diamanatkan oleh Administrator jika dibutuhkan.

Kesimpulan: Prinsip Pokok Model LAMC
Akhirnya, manajemen resiko kesehatan adalah sebuah proses yang akan dilakukan oleh petugas medis dan karyawan lainnya setiap hari. Kunci untuk proses ini adalah pencegahan dari insiden. Setiap contoh langkah-langkah pencegahan termasuk tindakan-tindakan seperti itu jelas sebagai wiping up spills on the floor untuk mencegah kejatuhan, untuk menghindari kemungkinan kesalahan komunikasi, dan memverifikasi alergi dan pengobatan untuk mencegah reaksi obat yang tidak baik. Aktif dengan komitmen yang ditunjukkan oleh staf medis juga tetap mendukung administrasi adalah penting untuk keberhasilan Program Manajemen Resiko Perawatan Kesehatan. Untuk mencegah bahaya dan pengendalian resiko dalam jangkauan, Manajemen Resiko Perawatan Kesehatan secara fleksibel diperlukan untuk partisipasi multidisiplin dan pendidikan.

kelompoknya dewo

MANAJEMEN RESIKO “KENTUCKY FRIED CHICKEN"

Kirana R. Ririh L2H 005 692
Moh. Syifa Hasan L2H 605 605
Dewa Kusuma W L2H 605 261

PT Fasfood Indonesia Tbk, adalah sebuah badan usaha yang didirikan oleh kelompok Gelael pada tahun 1978, dan dengan bergabungnya kelompok salim pada tahun 1990, terdaftar sebagai perusahaan public pada tahun 1994. operasi restoran pertama pada bulan oktober 1979 berawal dari pembukaan restoran pertama dijalan melawai, Jakarta. Sukses restoran QSR (Quick Servis Restaurant) asing pertama ini kemudian diikuti dengan penambahan restoran baru ditahun-tahun berikutnya, dan sejak tahun 1982 mengembangkan operasi restoran ke kota-kota besar lainya di Indonesia. PT Gelael Pratama dimiliki oleh kelompok Gelael sebagai pendiri KFC di indonesia.
Perseroan memperoleh hak waralaba KFC dari Yum! Restarunts international ( YRI ), sebuah perusahan dibawah kepemilikan Yum! Brands inc. ( teraftar sebagai perusahaan publik di amerika serikat ), yang juga pemilik waralaba dari brand lain seperti: Pizza hut, Taco Bell, A&W, dan Long John Silvers. Nama ” Yum!” terpilih karena melambangkan harapan perusahaan untuk memberikan kepuasan ” Yum! Akan menjadi yang terbaik dalam menawarkan berbagai pilihan kepada konsumen, dan memastikan kepemimpinan dalam usaha multi branding. Tidak diragkan lagi, KFC sebagai brand terkemuka dalam kategori makanan cepat saji menggunakan daging ayam adalah pemimpin global dalam bisnis ini.
Melalui kegiatan riset per kwartal yang dikelola oleh sebuah perusahaan survei yang disebut dengan Brand Image Tracking Study (BITS) dan customer experience monitoring ( CEM ), perseroan dapat memonitor posisi KFC dipasar, mengetahui penerimaan pasar secara keseluruhan terhadap KFC brand, menilai kembali masukan dari konsumen untuk suatu perbaikan dan peningkatan kualitas layanan dan fasilitas direstoran KFC. BITS adalah kegiatan riset untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap KFC brand dibandingkan dengan salah satu brand utama dalam kompetisi, dari hasil BITS, KFC brand secara konsisten masih menempati posisi tertinggi dibenak konsumen untuk ” Top of Mind Awareness” dibandingkan dengan brand utama lainnya. Riset ini juga didukung dengan riset lain yang disebut dengan CHAMPSCHECK, yang digunakan untuk menilai kualitas layanan dan fasilitas yang tersedia di KFC, dibandingkan dengan nilai standar atau nilai yang diharapkan.

Manajemen Resiko Perusahaan
Salah satu unsur yang menunjang pelaksanaan tata kelola perusahaan ini adalah pengendalian resiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, manajemen perusahaan melakukan identifikasi serta perkiraan kemungkinan munculnya potensi resiko beserta dampaknya diikuti dengan penentuan tingkat resiko tersebut. Saat ini perusahaan sedang melakukan implementasi salah satu metode yang digunakan oleh KFC dalam menganalisa resiko adalah HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) semua pelaksana yang terkait dalam bisnis proses ikut dalam penentuan dan penilaian resiko serta pengendalian yang dilakukan dengan tujuan agar tercipta komitmen bersama dalam mengelola resiko dari proses bisnis yang dijalankan.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Suatu sistem mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko dimana adalah signifikan untuk keselamatan makanan .

HACCP Plan
Suatu dokumen yang disiapkan sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP untuk memastikan pengendalian resiko dimana adalah signifikan untuk keselamatan makanan dalam segmen rantai makanan yang sedang dipertimbangkan.
Resiko ( Hazard )
Suatu zat biologi, kimia atau phisik, atau kondisi dari makanan dengan yang potensial untuk menyebabkan suatu efek kesehatan kurang baik .
Analisa Resiko ( Hazard Analysis )
Proses mengumpulkan dan mengevaluasi informasi resiko dan kondisi-kondisi yang mendorong ke arah kehadiran mereka untuk memutuskan dimana adalah signifikan untuk keselamatan makanan dan oleh karena itu harus ditujukan HACCP Plan.
Monitor ( Monitor )
Suatu Tindakan pelaksanaan urutan yang direncanakan dari pengamatan atau pengukuran pengendalian parameter untuk menilai apakah suatu CCP masih dibawah kendali .

Konsep utama HACCP adalah bahwa HACCP fokus pada pencegahan resiko di titik yang mungkin paling awal dalam rantai makanan dan dapat diberlakukan bagi penghasil utama, makanan dan pabrik minuman, distributor, dan pengecer sampai kepada konsumen. Adapun prosedur di dalam metode HACCP sebagai berikut :
  1. Membentuk Team HACCP
  2. Membuat Deskripsi Produk/Proses
  3. Mengidentifikasi Golongan Konsumen Yang Dituju
  4. Membuat Diagram Alir Proses
  5. Melakukan Verifikasi Diagram Alir
  6. Membuat Daftar Semua Potensial Resiko,Melakukan Analisa Resiko & Menentukan Ukuran Pengendalian
  7. Menentukan Critical Control Point (CCP's)
  8. Menentukan Batas Kritis Masing-Masing CCP
  9. Menentukan Sistem Monitoring Masing-Masing CCP
  10. Menentukan Tindakan Perbaikan Untuk Penyimpangan dari Batas Kritis
  11. Menentukan Prosedur Verifikasi
  12. Menentukan Dokumentasi dan Perawatan Catatan

Resiko Usaha
Sebagai pemimpin pasar restoran cepat saji, perseroan tentu tidak luput dari resiko yang dapat merugikan kelangsungan operasional perusahaan, atau mempengaruhi pertumbuhan penjualan, keuntungan , dan perkembangan restoran. Apabila resiko-resiko ini tidak dikontrol dengan baik, pada akhirnya akan mempengaruhi stabilitas dan kelangsungan usaha perusahaan, tanpa memperhitungkan besar kecilnya perusahaan tersebut. Semua bergantung pada upaya perseroan menangani resiko-resiko yang ada dengan strategi dan keputusan yang tepat.

Resiko Pencabutan Hak Waralaba
Perseroan diberi hak untuk mendirikan dan mengoprasikan restoran KFC, mengikuti panduan dan standard yang ditentukan oleh franchasior, YRI, untuk semua pemegang hak waralaba KFC brand. Dalam perjanjian waralaba baru yang ditanda tangani pada januari 2003, semua restoran yang dibuka diberikan hak waralaba untuk beroperasi selama 10 tahun, yang dapat diperpanjang untuk masa 10 tahun berukutnya, tetapi semua restoran yang sudah eksis dan telah diperpanjang untuk periode 10 tahun berikutnya dibebasakan dari perpanjangan selanjutnya dan diperlakukan sebagai restoran baru lagi setelah periode 10 tahun yang kedua. Perjanjian waralaba yang baru ini dapat dibatalkan jika perseroan tidak mengikuti ketentuan, aturan main dan standard yang telah ditentukan oleh franchisor dan jika melakukan pelanggaran berat terhadap kondisi dan persyratan dalam perjanjian waralaba. Pembatalan ini dapat secara langsung mempengaruhi kelangsungan operasi perseroan.
Untuk itu, manajemen perseroan selalu memastikan semua kondisi dan persyaratan dalam perjanjian waralaba dipatuhi dengan baik. Khususnya kondisi dan persyaratan yang berkaitan dengan standard kualitas dan pelayanan, perseroan melakukan kontrol ketat terhadap operasi restoran, menggunakan berbagai metode yang diciptakan dan direkomendasikan oleh pihak frachisor, YRI, untuk mengawasi, mempertahankan dan meningkatkan operasi restoran untuk menghasilkan tingkat keberhasilan ( Clean liness ), keramahan (Hospitality), ketepatan (acuracy), kualitas produk (product Quality), perawatan restoran (maintanace) dan kecepatan layanan (speed of service), yang diinginkan. Diatas semua ini, perseroan senantiasa menerapkan standar tinggi dan program-program keamanan pangan, berkoordinasi dengan para supplier ayam, untuk memastikan proteksi terhadap konsumen dan KFC brand.

Resiko Persaingan
Perkembangan pesat nama-nama baru dalam industri restoran cepat saji, baik asing maupun lokal, ditambah dengan pertumbuhan nama-nama yang sudah eksis menimbulkan persaingan yang sangat ketat sehingga penurunan pangsa pasar mungkin terjadi, khususnya dikota-kota metropolitan di indonesia sperti jakarta. Jika persaingan ketat tidak dihadapi dengan strategi yang tepat, maka dalam kaitanya dengan pertumbuhan transaksi, hal tersebut akan menjadi ancaman bagi perkembangan KFC brand di indonesia. Menyikapi ancaman persaingan pasar yang cukup ketat, perseroan tetap pada fokus untuk terus menerapkan perbedaan khusus pada KFC brand melalui ide-ide pemasaran inovatif menampilkan perbedaan pada produk-produk KFC, dan terus meningkatkan layanan untuk menjadi semakin baik setiap tahun.

Resiko Pasokan Bahan Baku
Meskipun perseroan mulai memperkenalkan produk-produk non ayam untuk memberikan variasi menu pilihan, namun ayam goreng tatap merupakan bisnis utama KFC. Bahan baku utama bisnis KFC adalah ayam (ayam potong beku maupun produk ayam olahan beku seperti patties dan strips) yang dipasok oleh lebih dari dua puluh pemasok ayam yang tersebar diseluruh indonesia. Walaupun ada banyak pemasok ayam di indonesia tetapi hal ini tidak menjamin kelangsungan pasokan, pasokan seringkali terputus pada hari-hari libur seperti idul fitri, natal, tahun baru dan libur sekolah. Untuk mengatasinya, perseroan telah membuat kontrak jangka panjang, merencanakan pesanan lebih awal, dan menyimpan persedian ayam sebelum hari-hari libur tersebut. Beberapa bumbu untuk produk-produk utama KFC, khususnya original recipe ( OR ) dan Hot & spicy Breading diipor dari USA, Singapore, dan malaysia melalui beberapa importir, yang semuanya harus memenuhi standar KFC internasional. Bahkan untuk produk barupun, beberapa bahan bakunya biasanya perlu di impor.
Dengan kemajuan yang telah dicapai oleh pemasok lokal dalam memproduksi produk-produk berkualitas dan menyediakan subsitusi produk impor mengikuti standar yang diberikan, perseroan secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor, terkecuali untuk bahan baku secret recipe yang ditentukan oleh pihak franchisor

Pengolahan Resiko
VAR (Value At Risk)
Resiko pasar muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan organisasi. Untuk menghitung resiko pasar kita dapat menghitung dengan metode value at risk dengan metode ini kita dapat memperkirakan besarnya kerugian dan kemungkinan terjadinya kerugian tersebut. Ada tiga cara teknik perhitungan VAR yaitu bisa menggunakan metode historis,metode analitis, dan simulasi monte-carlo. Contoh perhitungan VAR dengan metode historis sebagai berikut :
Return = {[P(t+1) - Pt]/Pt} x 100%
Dimana Pt = retrun pada hari t
Pt+1 = retrun pada hari t+1

kelompoknya ike

APLIKASI BLUE OCEAN STRATEGY (BOS) pada SAMSUNG ELECTRONICS

Ike

Gusti
Dyah Lintang


Blue ocean menunjuk pada industri yang belum ada dan ruang pasar tidak dikenal. Dengan ruang pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan dan peluang pertumbuhan akan menjadi sangat menguntungkan. Strategi samudera biru akan mengarahkan pada memaksimalkan peluang dan meminimasi resiko seperti yang dijelaskan tabel di bawah ini.

Gambar 1 Enam Prinsip Strategi Samudera Biru

Samsung Electronics telah mengaplikasikan BOS sejak tahun 1998. strategi yang digunakan adalah inovasi nilai (VI) yang merupakan inti dari BOS. Inovasi nilai menempatkan kesamaan antara nilai dan inovasi. Nilai tanpa inovasi akan berfokus pada penciptaan nilai pada skala yang terus meningkat, sesuatu yang meningkatkan nilai tetapi tidak cukup untuk membuat bertahan dalam pasar. Inovasi tanpa nilai akan berfokus pada pergerakan teknologi, perintis pasar, atau masa depan, juga ditempatkan di luar apa yang pembeli siap untuk menerima dan membayar. Produk yang mengalami kesuksessan terbesar yaitu seperti Anycall handset, DVD combo, PAVV dan SenseQ, dan laser printer yang diperkenalkan setelah mendapatkan sertifikasi center VIP dari sebuah evaluasi.

Gambar 2 Diagram Konsep Inovasi Nilai Samsung Electronics

Kesuksesan lainnya yang diperoleh Samsung Electronics dengan diterapkannya teori VI yaitu pada produk ponsel model SGHT-100. Pengembangannya menggunakan Strategi Kanvas dan Jaringan Eliminate-Reduce-Raise-Create, sebuah alat dari proses Value Innovation. Strategi kanvas merupakan gabungan kerangka diagnosa dan tindakan untuk membangun strategi samudera biru.
Strategi kanvas memiliki dua tujuan. Pertama, menggambarkan keadaan tingkatan pemain dalam pasar yang telah diketahui. Kedua, digunakan untuk memahami posisi kompetisi berad saat ini, faktor-faktor yang biasanya dikompetisikan dalam produk, jasa, dan pengiriman, dan yang diperoleh konsumen dari kompetisi penawaran yang ada pada pasar.

Gambar 3 Strategi Kanvas Ponsel Samsung SGH T-100

Pada ponsel Samsung SGH T-100, tim pengembang produk dengan menggunakan Inovasi nilai mendaptkan faktor-faktor yang harus di eliminasi (antena luar), dikurangi (ukuran dan berat), ditingkatkan (ketahanan baterai dan nada dering), dan diciptakan (antena dalam dan kamera).

Referensi :
Kim, W. Chan & Mauborgne, Renee. Blue Ocean Strategy. 2005. Boston : Harvard Business School Press.
Blue Ocean Strategy and Samsung Innovation Series I.pdf
Blue Ocean Strategy and Samsung Innovation Series II.pdf
Blue Ocean Strategy and Samsung Innovation Series III.pdf
Blue Ocean Strategy and Samsung Innovation Series IV.pdf B
lue Ocean Strategy and Samsung Innnovation Series V.pdf

kelompoknya umi

PENGIDENTIFIKASIAN RESIKO PADA IMPELEMENTASI CRM (CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT) STUDI KASUS PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA DIVISI MULTIMEDIA


Inggar
Dessy
Umi


Abstrak

Saat ini paradigma perusahaan perusahaan telah berubah dari production oriented menjadi customer oriented, Customer Relationship Management (CRM) merupakan salah satu solusi dalam mengatasi persaingan yang begitu ketatdalam penerapan customer oriented. Meskipun keuntungan yang ditawarkan dalam penerapan CRM sangat menjanjikan, namun banyak penelitian menunjukkan bahwa tingkat kegagalan penerapan CRM yang tinggi yaitu hanya sepertiga penerapan CRM yang dapat memenuhi harapan. Kemudian seharusnya dicoba diidentifikasi atribut-atribut resiko dan item-item resiko dalam penerapan CRM yang efektif dan sukses. Setelah mengetahui item dan attribute resiko dalam penerapan CRM, kemudian dilakukan evaluasi tingkat resiko agregat dengan menggunakan teori Fuzzy, serta menentukan strategi untuk mengatasi item-item resiko tersebut.

Pendahuluan
PT. Telekomunikasi Indonesia Divisi Multimedia merupakan salah satu divisi PT. Telekomunikasi Indonesia yang bergerak di bidang IT. Sebagai salah satu divisi yang bergerak di bisang IT, divisi ini harus menghadapi tantangan persaingan baik dalam maupun luar dan perubahan teknologi yang cukup cepat. Penerapan CRM diharapkan menjadi satu competitive advantage dalam menghadapi persaingan laju perubahan teknologi.
Pada kasus ini akan mengidentifikasi atribut-atribut dan item-item resiko penerapan CRM di PT. Telekomunikasi Indonesia Divisi Multimedia. Dengan menggunakan pendekatan logika fuzzy. Hal ini bermanfaat dalam menentukan key risk yang akan berguna untuk menentukan strategi perusahaan berkaitan dengan keberhasilan penerapan CRM yang efektif dan efisien.

Metode Penelitian penentuan resiko
  1. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner
  2. Terdapat 2 expert yang melakukan penialain terhadap resiko CRM, dimana masing-masing responden diberikan bobot yang berbeda-beda.
  3. Responden yang memiliki jabatan manajer diberi bobot 2 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki jabatan asisten manajer. Hal ini dikarenakan manajer memiliki pengalaman yang lebih lama.
  4. Ada 4 tahap kuesioner, yaitu : Tahap I untuk memilih atribut-atribut dan item-item resiko dalam penerapan CRM. Tahap II menentukan bobot kepentingan relative atribut-atribut dan item resiko yang diperoleh dari kuesioner pertam. Tahap III memperoleh dampak dan tingkat item resiko untuk menentukan nilai resiko agregat dalam penerapan CRM. Tahap iv memperoleh strategi penanganan terhadap item resiko tersebut.
  5. Berdasarkan literature yang diperoleh, terdapat 16 atribut resiko yang diajukan dalam kuesioner tahap I, yaitu: Misi CRM dan komitmen top manajemen, Penentuan Sasaran CRM, Struktur Organisasi, Bisnis Proses, Infrastruktur Customer Knowledge, Infrastruktur SDM, Infrastruktur SDM, Infrastruktur teknologi, Feedback dan kesinambungan perubahan, Manajemen Perubahan, Operasional, Aplikasi Security, Privacy Management, Web site certification, Network Service, Proses dan Kecapatan Perubahan
  6. Responden diminta menilai atribut dan item resiko yang diajukan mulai dari skala 1-5, responden juga dapat menambahkan atribut dan item resiko yang belum terdaftar .
  7. Atribut dan item resiko yang dipilih adalah yang memiliki skor ≥ 4.
  8. Jumlah atribut resiko yang dipilih paling banyak 9 atribut, sedangkan jumlah item resiko yang dipilih juga tidak boleh melebihi Sembilan item untuk setiap atribut resiko.
  9. Untuk mempermudah, Bobot kepentingan relative setiap atribut dan item resiko ditentukan dengan nggunakan hirarki resiko agregat.

Hasil dan Pembahasan
Tahap I
Dari kuesioner pertama diperoleh 9 atribut resiko dalam penerapanCRM yaitu :Misi CRM dan komitmen top manajemen, Penentuan Sasaran CRM, Infrastruktur Customer Knowledge, Infrastruktur teknologi, Manajemen Perubahan, Operasional, Aplikasi Security, Proses, Kecepatan Perubahan.

Tahap II dan III
Penentuan bobot kepentingan atribut dan item resiko dan memperoleh dampak dari atribut dan item resiko serta menentukan resiko agregat yang daopat dilihat pada tabel Dibawah ini : No Atribut-atribut/item-item resiko dan r(j,h,k) i(j,h,k) resiko agregat item resiko resiko agregat atribut resiko D1 D2


Hasil dari perhitungan resiko :
  • Atribut resiko yang perlu mendapat prioritas resiko penanganan tertinggi adalah atribut resiko misi CRM dan komitmen top manajemen. Sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah resiko aplikasi security
  • Pada atribut resiko misi CRM dan komitmen top manajemen, nilai resiko agregat item resiko kurangnya komitmen manajemen paling besar diantara item resiko lainnya dan kelompok atribut resiko misi CRM dan komitmen top manajemen layak untuk mendapat prioritas tertinggi. Item resiko yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko misi perusahaan yang tidak memasukkan unsure CRM
  • Pada atribut penentuan sasaran CRM, nilai resiko item resiko kurangnya pemahaman terhadap tujuan jangka panjang perusahaan karena keinginan untuk memperoleh keuntungan yang cepat paling besar diantara item resiko yang lain dalam kelompok atribut resiko penentuan sasaran CRM dan layak untuk mendapat prioritas penangan tertinggi. Item resiko kesulitan mengkuantifikasi keuntungan CRM mendapat prioritas terendah.
  • Item resiko yang perlu mendapat prioritas tertinggi dalam kelompok atribut resiko proses adalah item resiko perubahan yang merintangi kemajuan CRM, sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko system tidak sejalan dengan budaya perusahaan
  • Item resiko yang perlu mendapat prioritas tertinggi dalam kelompok atribut resiko operasional adalah item resiko system pelayanan yang outage, sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko tidak cukupnya system back-up
  • Item resiko yang perlu mendapat prioritas tertinggi dalam kelompok atribut resiko infrastruktur customer knowledge adalah item resiko masalah keakuratan dan integritas data, sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko data yang dikumpulkan memiliki periode berbeda. Item resiko yang perlu mendapat prioritas tertinggi dalam kelompok atribut aplikasi security adalah item resiko masalah kerahasiaan data, sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko aturan dan tanggung jawab yang tidak jelas
  • Item resiko yang perlu mendapat prioritas tertinggi dalam kelompok atribut resiko infrastruktur teknologi adalah item resiko kurangnya dukungan fungsional dan analitikal, sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko kurang terintegrasi
  • Item resiko yang perlu mendapat prioritas tertinggi dalam kecepatan perubahan adalah item resiko scope proyek yang berubah secara konstan, pengeluaran yang berlebih, atau implementasi system yang tidak cukup, sedangkan yang mendapat prioritas terendah adalah item resiko kecepatan proyek yang tidak sama dengan perkembangan pasar.
  • Untuk atribut resiko manajemen perubahan hanya ada satu item resiko, yaitu ketidakmampuan mengatasi masalah kejenuhan, yang mempunyai nilai resiko agregat sebesar 0.487.

Nilai resiko agregat secara keseluruhan dalam penerapan CRM di PT. Telekomunikasi Indonesia Divisi Multimedia adaah sebesar 0.456, Nilai ini menunjukkan bahwa resiko penerapan CRM di PT. Telekomunikasi Indonesia Divisi Multimedia tidak terlalu tinggi atau sedang-sedang saja apabila dilihat dari segi dampak dan tingkat kepentingan setiap item resiko.
Secara garis besar dari hasil kuesioner tahap IV, strategi atau tindakan penanganan yang dilakukan terhadap item-item resiko diantaranya :
  • Memasukkan unsure CRM dalam misi perusahaan
  • Meningkatkan kekompakkan antar fungsi
  • Meningkatkan keaktifan middle management
  • Sosialisasi top down
  • Meng-adjust system dengan budaya perusahaan
  • Membuat level previledge yang berbeda bagi tiap user
  • Melakukan update secara terus menerus
  • Melakukan integrasi, walaupun secara manual Reprogramming

kelompoknya irex max

PopTools sebagai Program Alternatif untuk Analisis Resiko Kuantitatif

Astria
Christine
Irma


Beberapa Tools yang Terdapat dalam PopTools

Variabel Random
PopTools terdiri dari berbagai formula untuk membangkitkan nilai variable random dari distribusi berikut :Normal (Gaussian), Poisson, Binomial, Log-Normal, Gamma, Eksponensial, Binomial Negatif, Geometric, Korelasi, Beta.

Tools Simulasi
  • Monte-Carlo analysis
  • Sensitivity analysis
  • Integrate a system of ODEs
  • Numerical projection
Tools Statistik
  • Autocorrelation
  • ANOVA
  • Chi square
  • Regression
  • Goodness-of-fit
  • G-test
  • Mantel test
  • Principal components analysis

Aplikasi PopTools
Dalam sebuah peternakan ayam kampung terdapat ND subklinis dengan perkiraan prevalensi (p) 10%, berapa ayam yang sakit (subklinis) yang akan terdeteksi (n) apabila kita mengambil sampel (s) 100? (Asumsi test yang gunakan sempurna). contoh soal tersebut diatas dapat dihitung dengan menggunakan PopTools, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Klik PopTools (Gambar 2)
2. Pilih Random variable
3. Maka akan muncul Gambar 3.
4. Pilih Distribusi (dalam hal ini pilih distribusi binomial)
5. Isi parameter-output cell diisi dengan cell di excel dimana kita akan menempatkan hasil 6
. Number diisi dengan nilai s (klik cell nilai s)
7. Probability diisi dengan nilai p (klik cell nilai p)
8. Length diisi dengan berapa banyak perhitungan yang akan dipakai (untuk contoh ini dipakai 100)
9. Klik “Go”


Maka setelah melalui perhitungan, dapat dilihat bahwa berdasarkan ringkasan statistiknya PopTools akan menunjukan hasil yang sedikit berbeda tapi mempunyai distribusi nilai yang hampir sama. PopTools akan memberikan hasil nilai rata-rata mendekati 10 dengan nilai minimal 2 dan maksimal 19. Nilai-nilai ini akan berubah setiap kali kita menekan F9.

kelompoknya usma nbin laden

Prinsip-prinsip Manajemen Risiko untuk e-banking

Ardi Risdianto
Yulia Wahyuningsih
Yuliasih Lestari

Inovasi teknologi yang berkelanjutan dan kompetisi antar bank menuntut produk dan pelayanan dari bank menjadi lebih mudah diakses dan digunakan oleh pelanggan dimana saja dan kapan saja, untuk itu dibutuhkan sistem distribusi elektronik yang biasa disebut dengan e-banking. Namun demikian pengembangan e-banking memiliki risiko yang besarnya sama dengan keuntungan penggunaannya.
Komite Bassel EBG mengharapkan risiko yang terjadi dengan pengaplikasian e-banking ini diatur dan diidentifikasikan secara hati-hati berdasarkan karakteristik dasar dan tantangan yang terjadi dalam penerapan e-banking. Selain itu kemudahan dalam penggunaan layanan e-banking ini juga menimbulkan beberapa ancaman. Manajemen risiko disini terbagi kedalam 3 kategori :

A. Board and Management oversight( Prinsip 1 sampai 3)
  • Manajemen kesalahan aktivitas e-banking yang efektif
  • Pembuatan sistem kontrol keamanan yang komprehensif
  • Kesatuan antara ketentuan manajemen kesalahan dan penjalinan hubungan dengan pihak ketiga.
Direktur dan manajemen senior bertanggungjawab pada pengembangan strategi bisnis perusahaan dan diharapkan dapat menetapkan sebuah sistem manajemen terhadap kesalahan yang efektif dari risiko yang ada. Manajemen kesalahan yang efektif diharapkan dapat memberikan arahan review dan dapat menerima kontrol keamanan dari semua aspek dari bank, seperti perawatan dan pengembangan infrastruktur keamanan, dimana digunakan sebagai pelindung sistem e-banking dan data dari semua gangguan internal dan eksternal. Manajemen ini seharusnya juga mengandung sebuah proses yang komprehensif untuk mengatur risiko yang berhubungan dengan peningkatan kompleksitas dari sebuah peningkatan hubungan ke pihak ketiga, dan bagian lain yang berpengaruh dalam melakukan perbaikan terhadap sistem e-banking.

B. Security Control (Prinsip 4 sampai 10)
  • Keotentikan pelanggan e-banking
  • Transaksi e-banking yang accountability dan non-repudiation
  • Pengukuran yang tepat untuk menjamin pemisahan tugas
  • Otorisasi keamanan pada sistem e-banking, database dan aplikasi
  • Kesatuan data transaksi, catatan aktivitas dan informasi
  • Pembangunan audit pembersihan untuk transaksi e-banking
  • Kerahasiaan informasi kunci pada bank
Penjaminan kontrol keamanan aktivitas e-banking harus mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen, sebab terjadinya peningkatan risiko sejalan dengan peningkatan aktivitas e-banking. Sistem keamanan ini seharusnya juga mengandung otorisasi pihak manajemen, sistem pengukuran yang otentik, logis, akses kontrol fisik , infrastruktur yang memadai, sistem keamanan yang dapat memberikan batasan, dan terbatas pada aktivitas pengguna baik internal maupun eksternal, kesatuan data transaksi, catatan aktivitas yang terjadi dan informasi yang ada. Sebagai tambahan audit pada sistem e-banking harus dapat terjamin dan terukur, dan untuk memelihara kerahasiaan informasi kunci pada sistem e-banking diperlukan sensitivitas informasi. Untuk mengurangi risiko yang terjadi, bank seharusnya memenuhi tersedianya informasi pada web site dan membuat sebuah parameter untuk menjamin privasi pelanggan.

C. Legal and Reputational Risk management. (Prinsip 11 sampai 14)
  • Pelayanan aktivitas e-banking yang terbuka
  • Kerahasiaan informasi pelanggan
  • Kapasitas, kontinuitas bisnis dan proses perencanaan dapat menjamin sistem dan layanan e-banking.
  • Perencanaan respon terhadap insiden
Untuk memenuhi harapan pelanggan maka layanan e-banking harus bersifat terbuka dimana dapat digunakan oleh semua orang. Namun untuk menjaga reputasi bank maka layanan e-banking juga harus dapat menjaga kerahasiaan informasi pelanggan. Selain itu terpenuhinya kapasitas, kontinuitas bisnis dan proses perencanaan yang efektif dapat menjamin lancarnya layanan sistem e-banking. Perencanaan respon terhadap kejadian yang tidak diinginkan juga diperlukan dalam menanggulangi terjadinya risiko legal dan reputasi.

kelompoknya desti

Enterprise Risk Management (ERM)

Bagus
Desti

Windy

Pengertian ERM

Manajemen risiko perusahaan ERM (Enterprise Risk Management) dalam bisnis, termasuk metode dan proses yang digunakan oleh organisasi untuk mengelola risiko dan meraih peluang yang terkait dengan pencapaian tujuan-tujuan mereka. untuk menyediakan kerangka kerja manajemen risiko, yang biasanya melibatkan identifikasi keadaan atau peristiwa tertentu yang relevan dengan tujuan organisasi (risiko dan peluang), menilai mereka dari segi kemungkinan dan besarnya dampak yang menentukan respon strategi, dan pemantauan kemajuan. Dengan mengidentifikasi dan proaktif dalam menangani risiko dan peluang bisnis perusahaan melindungi dan menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan, termasuk pemilik, karyawan, pelanggan, regulator, dan masyarakat secara keseluruhan.

Tujuan dari program ERM (Enterprise Risk Management)
Tujuan dan tantangan untuk ERM ini adalah meningkatkan kemampuan dan koordinasi, integrasi, sedangkan output untuk menyediakan gambar unified risiko bagi para pemangku kepentingan organisasi dan meningkatkan kemampuan untuk mengelola risiko secara efektif.

Peranan COSO di dalam ERM
COSO "Enterprise Risk Management-Integrated Framework" yang diterbitkan pada tahun 2004 mendefinisikan ERM sebagai proses, yang dilakukan oleh suatu badan dari dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya, diterapkan dalam pengaturan strategi dan di seluruh perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi potensi kegiatan yang dapat mempengaruhi kelompok, dan mengelola risiko yang akan memakan waktu dan resiko, untuk memberikan jaminan yang wajar mengenai pencapaian tujuan entitas. Pada tahun 1992, dewan mensponsori organisasi Treadway Commission (COSO) dengan dikeluarkannya laporan pengendalian internal. Internal Control-Integrated Framework, yang sering disebut sebagai "COSO" memberikan suara dasar untuk membentuk sistem kontrol internal dan menentukan efektivitas mereka. COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses, dilakukan oleh suatu badan dari dewan direksi, manajemen dan personil lainnya. Proses ini dirancang untuk memberikan jaminan yang wajar mengenai pencapaian tujuan dalam efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Beberapa penjelasan mengenai Pengendalian Internal, yaitu :
  • Pengendalian internal adalah suatu proses. Ini merupakan suatu cara untuk mengakhiri, tidak selesai dengan sendirinya.
  • Pengendalian internal tidak hanya didokumentasikan oleh kebijakan manual dan bentuk. Sebaliknya, ia diletakkan dalam oleh orang-orang di setiap tingkat organisasi.
  • Pengendalian Internal hanya dapat memberikan jaminan yang wajar, bukan jaminan mutlak, untuk sebuah entitas manajemen dan papan.
  • Pengendalian internal yang diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan dalam satu atau lebih kategori terpisah tetapi tumpang tindih.
COSO ERM Framework yang memiliki delapan tujuan Komponen dan empat kategori. Itu adalah perluasan dari COSO Internal Control-Integrated Framework yang diterbitkan pada tahun 1992 dan diamandemen pada tahun 1994. Delapan komponen - komponen tambahan adalah:
  • Lingkungan internal
  • Menetapkan tujuan
  • Identifikasi event
  • Risk Assessment
  • Respon risiko
  • Kegiatan pengawasan
  • Informasi dan Komunikasi
  • Pemantauan
Tujuan empat kategori komponen adalah:
  • Strategi - tujuan, dengan mendukung misi organisasi .
  • Operasi - efektif dan efisien penggunaan sumber daya
  • Laporan Keuangan - keandalan operasional dan laporan keuangan
  • Compliance - sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku

Gambar 2.1 Komponen COSO ERM Framework

Internal audit
Pengendalian internal merupakan bagian integral dari manajemen risiko perusahaan. Internal Auditor memainkan peran penting dalam mengevaluasi proses manajemen risiko organisasi advokasi yang terus ditingkatkan. Namun, untuk melestarikan organisasi independen dan obyektif itu, Audit Internal standar profesional menunjukkan fungsi yang seharusnya dan tidak langsung mengambil tanggung jawab untuk membuat keputusan manajemen risiko bagi perusahaan atau mengelola fungsi manajemen risiko.

Keuntungan dari Audit COSO

Efektivitas
Ujian lima komponen COSO kontrol memberikan fondasi yang kuat untuk menentukan tingkat jaminan yang diberikan oleh kontrol.
Efisiensi
Fokus pada satu tujuan COSO kategori penjaga terhadap mahal "lingkup merayap."
Comparability
Menggunakan kerangka umum audit dan penilaian sistem yang memungkinkan kontrol dalam berbagai segmen usaha yang akan contrasted.
Komunikasi
COSO dalam diskusi dengan klien mereka dalam meningkatkan pemahaman tentang konsep kontrol
KomiteAudit
Laporan dari segi kerangka COSO membantu menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari sistem kontrol internal.

kelompoknya mika

CSR, a Risky Bussinesss - Risk Management and CSR

Karlina Arfiani
Nurmala Filmika
Fildariani

Corporate Social Responsibility (”CSR”) merupakan bagian dari manajemen resiko dan manajemen resiko merupakan bagian dari CSR. Apabila kita dapat mengintegrasikan kedua disiplin manajemen resiko dan CSR, maka akan dihasilkan keuntungan dua kali lipat. CSR secara otomatis akan semakin melekat pada proses manajemen sebagai alat strategi pengambilan keputusan pada semua level semua bisnis.

EU mendefinisikan knowledge ekonomi sebagai 4 kunci masa depan, yang secara langsung berhubungan dengan CSR, yaitu :

  • Penggunaan elektronik dan ekonomi secara universal - Bisnis Google di China memimpin dalam hal web
  • Pemusatan teknologi digital masa depan
  • Pertumbuhan internet
  • Dan terbukanya pasar telekomunikasi- Perusahaan seperti Nokia yang memperluas pangsa pasar.

Pada diskusi ini, kita menginvestigasi peranan CSR dan manajemen resiko. Tanggung jawab perusahaan adalah memahami tugas mereka yang tidak hanya memperhatikan karyawan namun juga bertanggungjawab pada lingkungan sekitar dan masyarakat sekitar. Kegagalan perusahaan dalam hal ini akan merusak reputasi perusahaan.

Business case pada pengambilan keputusan yang bertanggungjawab secara social dapat digambarkan seperti perlunya CSR untuk dapat diintegrasikan ke dalam bisnis dengan menganalisa value chain, dan ini dibutuhkan perubahan strategi CSR - dari responsive CSR menjadi pro-aktive CSR.

Performansi perusahaan seharusnya diidentifikasi, dimanage, dan dan meminimasi resiko-resiko. Perusahaan membutuhkan perhatian untuk beberapa hal dalam perencanaan strategi palnning : keuntungan distribusi, keuntungan dan value, proses produksi produk dan akses.

Knowledge economy telah memberikan efek peningkatan volume informasi untuk investor dan analis ekuitas. Pada kenyataannya pasar ekuitas tidak menilai CSR, akan tetapi pasar menghukum perusahaan ketika ada yang salah, akibat dari kebijakan CSR yang rendah.

Meskipun begitu, kita seharusnya bertanya kepada diri kita. Apakah pasar menilai resiko? Pada teori finansial, capital asset pricing model (CAPM) telah banyak digunalan, model ini mengira bahwa semua investor dapat memgang berbagai macam investasi portfolio dengan memiliki owning stocks and bonds. Namun ketika resiko menjadi bagian dari investasi, kritikal isunya adalah penambahan investasi dapat mengakibatkan resiko portfolio. Resiko menjadi sentral nilai bagi investasi.

Konsekuensi knowledge economy yaitu informasi membuat manajemen resiko lebih siap digunakan untk para investor- sebgai contoh presentasi Prudential Plc’s Economic Capital Analyst, yang meliputi resiko di bebrapa sector , sebagai contoh , asuransi dan bank menjadikan manajemen resiko sebagai informasi laporan.

Knowledge economy telah merubah pandangan bisnis dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab social dengan mengubah argument dari hanya sekedar hubungan dengan public dan pemenuhan barang .

Mengacu pada dampak knowledge economy pada permasalahan bisnis untuk CSR dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab social, pada diskusi ini, kita akan fokus pada bagaimana kita dapat memberi kerangka kerja / tools pada perusahaan untuk memperjelas permasalahan bisnis tersebut untuk perusahaan mereka dalam hal menguntungkan investor.

Pelaku CSR seharusnya mengadopsi teknik tang digunakan oleh para manajer resiko. Mereka perlu mengambil pendekatan langkah demi langkah untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi perusahaan, dengan tujuan untuk menunjukkan nilai CSR bagi bisnis yang dijalankan.

Pendekatan top down dalam membangun kerangka kerja manajemen resiko CSR telah digunakan. Dibawah model hokum internasional ini, deklarasi HAM internasional, hukum dan regulasi nasional digunakan sebagai acuan untuk manajemen resiko, sehingga perusahaan harus mematuhi hukum tersebut. Pendekatan bottom up diusulkan dimana titik awal analisis adalah perjanjian para stakeholder.

Pada diskusi ini, kami mengusulkan suatu alternative pendekatan bootom up yang mana resiko dianalisis untuk membentuk skenario berlawanan yang dihadapi perusahaan. Prosesnya melalui langkah demi langkah proses untuk menganalisa resiko yang dihadapi perusahaan dalam rangka membuat peratoran-peraturan CSR. Analisis seharusnya todak hanya fokus pada resiko perusahaan, tetapi juga meliputi resiko yang hadapi masyarakat.

EU’s Basel II Framework memperkenalkan suatu penedekatan industri standar untuk resiko operasional dalam perusahaan jasa keuangan - kerangka kerja ini dapat diperlengkap untuk mengkover CSR. Perusahaan menghadapi 3 tantangan kunci : manajemen resiko, pengukuran resiko, dan menerapkan manajemen resiko di bisnis mereka. Tehnik bottom up dan pengujian scenario digunakan diseluruh jasa keuangan di dunia. Sebagai contoh, Bank of Japan (BoJ) secara teratur melakukan analisis untuk menaksir dampak pada resiko berikut : gempa bumi, penipuan, perkara hukum, peninjauan kontrak, permasalahan system, rencana kelanjutan bisnis dan permasalahan tenaga kerja. Pada BoJ, Departemen Analisis Resiko telah melaksanakan CSR dengan nama berbeda.

Dalam diskusi ini, pendekatan bottom up untuk analisis resiko telah diuraikan yang mana dapat digunakan untuk menghubungkan CSR ke dalam manajemen resiko secara luas. Pendekatan bottom up dapat digunakan untuk mengusulkan KRIs dan KCIs untuk monitoring dan pelaporan manajemen resiko. Ini dapat digunakan untuk menyusun laporan resiko yang dapat digunakan oleh equity analysts dan stakeholder lainnya.

Informasi KRI dan KCI yang berkualitas baik dapat digunakan sebagai dasar penyusunan informasi CSR mengenai sinyal positif pasar sehubungan dengan manajemen resiko perusahaan. Informasi ini jika bertahan dan stabil selama periode tertentu, maka berarti pasar memberi nilai positif terhadap CSR.

Dalam knowledge economy, permasalahan bisnis CSR dapat dijumpai dalam manajemen resiko. Bagaimanapun juga, 49% manajer bisnis Eropa kelas atas percaya bahwa tujuan CSR yang utama adalah mengenai image. Bekerja dengan jelas diperlukan untuk memenangkan hati dan pemikiran para petinggi manajemen. Penggunaan kerangka kerja manajemen resiko bisnis yang sudah ada dapat membantu menyediakan jalan yang jelas untuk menanamkan CSR dalam manajemen bisnis, nilai pemegang saham dan komunikasi dengan stakeholder kunci. .